HeadlineSumatera

Rangkaian Panjang Konflik Lahan Kelapa Sawit PT. BRS Vs Warga

BENGKULU  –  Demo rusuh massa mengatasnamakan warga Desa Penyangga di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bimas Raya Sawitindo (BRS), 28 Januari 2023 lalu memiliki rangkaian panjang konflik sebelumnya.

Warga tetap menginginkan PT BRS berhenti beraktivitas, lantaran izin HGU dianggap sudah habis masa penggunaannya.

Di sisi lain, pihak perusahaan bersikukuh memiliki hak dengan klaim, izin HGU dalam masa pengurusan.

Dari catatan rakyatbengkulu.com, percikan konflik antara warga versus PT BRS mulai terjadi sejak pertengahan tahun 2022 lalu.

Warga yang tak terima PT BRS terus beroperasi, sempat memasan portal dengan semen cor di pintu masuk perusahaan.

Aksi penolakan berlanjut pada 30 Mei 2022, dengan menggelar aksi demo di lokasi perusahaan.

ratusan warga dari Desa Talang Kering, Selubuk, Pasar Tebat, Lubuk Tanjung, Tebing Kandang dan Pasar Palik Kecamatan Air Napal melakukan aksi demo di PT. BRS.

Tetap tak ada kesepakatan, massa bergerak menuju kantor gubernur  Bengkulu pada 6 Juni 2022.

Di sini, aksi massa meminta Pemprov Bengkulu segera menutup aktivitas PT BRS.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan yang ikut menemui pendemo menyampaikan PT BRS memiliki 3.000 Hektar HGU.

Namun, hanya digarap 700 Hektar yang sudah berakhir pada tahun 2018 lalu.

Versinya, perusahaan sudah mengajukan proses perpanjangan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Menurutnya pula, proses perpajangn HGU berdasarkan rekomendasi kepala daerah kabupaten yang mengeluarkan.

Diketahui, dari luas lahan yang dimiliki 3000 hektare tersebut sudah digarap seluas 700 hektare dan sisanya tidak pernah digarap.

Versinya warga, penutupan operasi PT BRS layak dilakukan.

Sejak habis massa HGU perusahaan tersebut pada tahun 2018, memag perusahaan dapat memproses HGU dua tahun sebelum izinnya habis.

Namun hingga 4 tahun berlalu, pihak perusahaan tak kunjung memperbarui izin HGU.

Sehingga massa menilai, secara aturan dan regulasi pihak perusahaan yang mengelola lahan tersebut ilegal.

Puncaknya, terjadi lagi pada 28 Januari 2023. Mediasi berujung deadlock.

Warga tetap meminta perusahaan menghentikan aktifitas dan memberikan waktu selama satu bulan untuk menunjukan surat perpanjangan izin HGU.

Sedangkan PT BRS, yang diwakili Manajer Kebun PT BRS Abdin MT Mahuale menolak menghentikan aktifitas tersebut.

Ia tetap bersikukuh, saat ini perpanjangan HGU tengah berproses. Massa yang sudah tak sabar lagi dengan sikap perusahaan, melakukan aksi pembakaran terhadap aset perusahaan.

Pos jaga, satu unit traktor dibakar di lokasi perusahaan di Desa Pukur Kecamatan Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara. (rb)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.