SOLO – Staf Khusus Menteri Agama Bidang Bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo meminta Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) aware terhadap perkembangan teknologi digital agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat. Dia bahkan minta agar mata kuliah litrerasi digital dijadikan sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) wajib di PTKI.
“Literasi digital agar bisa menjadi mata kuliah dasar umum di masing-masing perguruan tinggi keagaman,” tegas Wibowo Prasetyo saat memberikan sambutan di hadapan pimpinan Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) PTKI Negeri dalam kegiatan uji publik Buku Pintar Menuju Kampus Unggul di Solo, Jumat (13/10/2023).
Menurut mantan wartawan senior ini, budaya digital di kampus harus benar-benar dikembangkan. Seluruh layanan administrasi kampus, akses referensi, pengelolaan arsip, pengembangan pembelajaran, dan lain-lain harus diarahkan berbasis digital.
“Saat ini PTKI memiliki tugas sangat berat menghadapi tantangan zaman seiring teknologi informasi. Penguatan digitalisasi di kampus PTKI harus menjadi prioritas utama, jangan sampai di era saat ini proses-proses layanan di kampus masih manual,” pintanya.
“Pimpinan PTKI harus segera melakukan transformasi digital secara menyeluruh agar semakin tangguh dan berdaya saing, baik di tingkat nasional maupun di kancah internasional. Disayangkan, transformasi digital di kampus agak lamban karena literasi digital pimpinan kampus belum bagus”, jelasnya.
Lebih lanjut Stafsus memberikan catatan bahwa kampus bukan hanya menjadi tempat belajar, namun juga harus menjadi tempat di mana gagasan dan ide-ide besar lahir. “Kampus sekarang nampak pragmatis, khususnya para mahasiswa. Mereka datang ke kampus hanya kuliah, setelah itu pulang ke kos atau kontrakan. Setelah 4 atau 5 tahun wisuda dan cari kerja. Nyaris tidak ada lagi ruang-ruang diskusi yang seru, intensif untuk menyemai gagasan-gagasan besar. Beda dengan zaman dulu, debat sampai gontok-gontokan biasa,” kritiknya.
Pada kesempatan yang sama, Wibowo juga menegaskan bahwa kampus PTKI harus mengjangkau untuk semua kalangan, jangan ada limitasi mahasiswa. PTKI juga diminta berorientasi masa depan serta mampu menyiapkan generasi yang unggul. Karenanya, kemampuan soff skill mahasiswa harus diperkuat untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks.
Wibowo melihat, salah satu kelemahan generasi Z (Gen Z) adalah cenderung malas mencari sumber kebenaran atau memverifikasi suatu berita. Untuk itu, civitas akademika PTKI harus mampu menjadi penjernih atas narasi-narasi yang bengkok atau tidak benar.
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama, Thobib Al Asyhar mengapresiasi terbitnya Buku Pintar Menuju Kampus Unggul. Dia berharap buku tersebut dapat menjadi panduan dan pedoman bagi para pimpinan PTKI untuk mengelola perguruan tinggi yang lebih baik. Buku ini nanti akan diperbanyak baik dalam bentuk buku cetak dan digital yang akan disebarkan ke seluruh pengelola PTKI.
“Ada dua target yang diamanahkan kepada konsorsium LPM, yaitu menyusun buku pintar dan menyiapkan aplikasi self assesment PTKI. Aplikasi ini nantinya akan digunakan untuk melakukan pemetaan awal berdasarkan 9 kriteria yang telah disusun oleh Tim,” ujarnya.
Thobib juga mengakui bahwa beratnya mengelola perguruan tinggi harus menjadi tanggung jawab seluruh civitas akademika kampus. Mereka juga harus berkomitmen untuk melaksankan budaya mutu. Ketika budaya mutu telah berjalan dengan baik, maka ada atau tidak akreditasi budaya mutu akan tetap berjalan dengan baik.
Kegiatan uji publik di hadiri oleh perwakilan ketua LPM PTKIN seluruh Indonesia dan BAN PT dan para ahli yang memiliki pengetahuan terkait dengan pengelolaan peguruan tinggi yang baik. (alip)