TANGGAMUS – Tampaknya, kebiasaan “bancakan” atas uang rakyat yang ada di APBD Kabupaten Tanggamus, telah menjadi trend bagi kalangan pejabatnya. Buktinya, urusan uang pengganti bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas randis saja, dimainkan.
Dari puluhan OPD yang ada di lingkungan Pemkab Tanggamus, melalui kegiatan uji petik terhadap tiga OPD saja, yaitu Sekretariat Daerah, Bapperida, dan Dinas PUPR, BPK RI Perwakilan Lampung menemukan anggaran Rp 183.308.698 yang tidak senyatanya dalam penggunaannya.
Untuk diketahui, pada anggaran tahun 2022 lalu, Pemkab Tanggamus menghabiskan dana Rp 7.822.384.788 untuk belanja bahan bakar dan pelumas randis para pejabatnya.
Dalam hal belanja bahan bakar dan pelumas ini, kendaraan dinas operasional yang dipegang para pejabat se-Tanggamus diberikan dengan besaran maksimal yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati Nomor: 43 Tahun 2021 tentang Standar Harga Satuan Biaya pada Pemkab Tanggamus maupun Peraturan Presiden Nomor: 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
Selama ini, pola yang digunakan dalam pembayaran BBM dan pelumas ada dua. Yakni PPTK mentransfer uang BBM dan pelumas pada awal bulan kepada masing-masing pengguna randis sebanyak Rp 2.400.000, yang kemudian pertanggungjawabannya setelah pengguna melampirkan bukti pembelian BBM dan pelumas.
Pola kedua, uang BBM dan pelumas dibayarkan setelah pengguna randis menyerahkan atau melampirkan bukti nota pembelian BBM dan pelumas kepada PPTK.
Selanjutnya, PPTK membuat bukti kas pengeluaran ditujukan kepada bagian keuangan atau bendahara untuk dilakukan pembayaran. Bagian keuangan atau bendahara yang mentransfer kepada pengguna randis.
Setelah dilakukan pengecekan di lapangan terhadap empat SPBU di wilayah Tanggamus dan Pringsewu sesuai dokumen bukti belanja BBM dan pelumas, yaitu di SPBU 2435398 Talang Padang, Tanggamus, SPBU 2335318 di Pagelaran, Pringsewu, SPBU 2435354 di Fajar Esuk, Pringsewu, dan SPBU 24353157 di Kota Agung, Tanggamus, didapat bukti bahwa terjadi ketidaksesuaian antara bukti belanja dan bukti transaksi yang diberikan SPBU.
Ketidaksesuaian tersebut, diuraikan BPK, terang benderang terjadi pada format nota, penulisan, dan stempel SPBU. Dalam bahasa lain, telah terjadi pemalsuan dokumen bukti belanja BBM dan pelumas.
Menurut BPK, pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran belanja BBM dan pelumas yang tidak didukung bukti yang sah tersebut, jumlahnya mencapai Rp 183.308.698. Jumlah itu terdiri dari “permainan” di Sekretariat Daerah Kabupaten Tanggamus sebanyak Rp 123.321.553, Dinas PUPR Rp 39.724.200, dan Bapperida Rp 20.262.945.
Saat dikonfirmasi oleh BPK atas temuan mark up atau pemalsuan bukti dokumen penggunaan anggaran belanja BBM dan pelumas randis tersebut, PPTK dan pengguna randis pada tiga OPD mengakui dan membenarkannya.
Dengan temuan tersebut, BPK RI Perwakilan Lampung merekomendasikan kepada Bupati Tanggamus agar memerintahkan Sekretaris Daerah, Kepala Dinas PUPR, dan Kepala Bapperida mengembalikan uang rakyat dengan total sebesar Rp 183.308.698 yang “dimainkan” dalam kegiatan belanja BBM dan pelumas ke kas daerah.
Taatkah pejabat Pemkab Tanggamus atas rekomendasi BPK itu? Ternyata, hanya Bapperida yang mengembalikan ke kas daerah sesuai temuan BPK, yaitu Rp 20.262.945, yang dilakukan pada 11 Mei 2023 lalu.
Bagaimana dengan Sekretariat Daerah yang memiliki kewajiban mengembalikan uang rakyat Tanggamus sebesar Rp 123.321.553, dan Dinas PUPR Rp 39.724.200? Sampai berita ini ditayangkan belum didapat kepastian. Namun, menilik kebiasaan dari tahun ke tahun, besar kemungkinan rekomendasi BPK tersebut tidak ditindaklanjuti. Alias kelebihan pembayaran atas belanja BBM dan pelumas sebanyak Rp 163 jutaan lagi, tetap ada di kantong para pejabat setempat. (fjr)