PANGKAL PINANG – Ngobrol santai pariwisata Bangka Belitung dengan beberapa tokoh yang dilaksanakan di Bang Jo Cafe and Resto Pangkalpinang, Selasa (20/12) itu merupakan kelanjutan dari Belitung Forum yang digelar, Kamis (15/12).
Bangka Pos Group dan PHRI Babel kembali merancang Babel Tourism atau Bangka Forum.
Ngobrol asyik tapi serius itu melibatkan para pelaku pariwisata, media budayawan hingga pemerintahan.
Bambang Patijaya atau yang lebih lekat disapa BPJ selaku Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bangka Belitung itu lebih dulu membuka diskusi dengan menceritakan perjuangan para pelaku pariwisata termasuk hotel dan restoran yang dipaksa mati suri selama dua tahun terakhir.
BPJ menegaskan, 2023 harus menjadi tahun kebangkitan pariwisata Bangka Belitung, dimana tahun 2022 situasi hampir relatif terkendali tidak seketat waktu awal virus corona atau Covid -19 datang. Sejumlah masyarakat juga sudah dibekali vaksinasi hingga tiga kali, sehingga masyarakat sudah merasa lebih safety.
“Situasi ini harus bisa kita manfaatkan, sebagai momentum pulihnya pariwisata Bangka Belitung. Saya pikir kita harus melibatkan semua pihak dalam kebangkitan ini, momentum ini
harus dipahami dan harus satu frekuensi, saya kalau bicara pariwisata selalu berbicara tentang konsep pentahelix, dimana pelibatan lima unsur akademisi, bisnis dunia usaha, pemerintah, komunitas dan media,” ungkap BPJ dikawal diskusi santai yang dilaksanakan di Bang Jo Cafe and Resto Pangkalpinang, Selasa (20/12).
Diakuinya, pariwisata memang perlu keterlibatan media dalam menyampaikan informasi-informasi serta sebagai sarana promosi pariwisata itu sendiri.
Bahkan ia mengatakan, pariwisata saat ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau pariwisata hanya milik hotel dan restoran saja melainkan, sama seperti konsep pentahelix tadi yang banyak unsur didalamnya. Sehingga beberapa unsur yang belum tersentuh ini perlu sentilan agar bisa disamakan persepsinya.
Ia merasa, para pelaku wisata merasa sudah tidak lagi sabar ingin kembali berusaha seperti sediakala.
“Karena sejatinya yang namanya pengusaha dibilang pariwisata baik itu perhotelan, restoran, taman wisata, travel agent ini sebetulnya satu ekosistem yang dari dulu tahan banting dan bisa menyesuaikan pada situasi. Dan selalu pada akhirnya akan pulih, tapi pulih ini kan harus by design harus memang terarah sehingga bangkitnya enak,” sebutnya.
Sementara Ibnu Taufik Juwarianto yang juga selaku inisiator Belitung Forum kemudian Babel Tourism berpendapat bahwa bukan pasca G20 yang membuat pariwisata Bangka Belitung bangkit dan tumbuh.
Melainkan Covid-19 yang sudah usai sehingga kesadaran akan Covid-19 itulah yang membuat pariwisata kembali bergairah.
Bahkan ia merasa dirinya seperti mendapat oleh-oleh dari Bali saat ia mengunjungi tempat pelaksanaan G20 di Bali. Ketika mengunjungi Taman Hutan Rakyat (Tahura), menurutnya orang Bali sangat pintar memainkan narasi. Tapi kalau bicara eksotisnya Tahura tak jauh berbeda dengan Hutan Mangrove di Kurau.
“Kalau keren mungkin kita punya perspektifnya sendiri, tapi kita punya karakter tersendiri mungkin, Garuda Wisnu Kencana atau GWK itu bekas tambang kapur, di Bangka bekas tambang itu banyak kolong tambang timah. Jadi kalau kita bisa memainkan narasinya jadi juga pariwisata, artinya apa saya tidak yakin tumbuhnya pariwisata itu pasca G20 tapi Covid-19 yang sudah berakhir,” paparnya.
Bahkan ia menilai, pemerintah pusat sangat luar biasa membangun Bali untuk G20, sementara Belitung tidak. Ia juga sempat membuat catatan Belitung kelelahan menyiapkan G20 hingga lupa bikin cerita untuk dibawa pulang delegasi negara.
“Tidak ada yang berubah di Belitung, hanya jalan dan logo-logo, kita hanya capek tidak siap, cerita apa yang harus dibawa dari Belitung. Makanya saya berpikir apa yang bisa kita lakukan untuk pariwisata Bangka Belitung, kita belum melangkah sedikit pun. Di Bali ketika saya main mereka bukan jualan destinasi karena destinasi punya karakteristik masing-masing tapi Bali punya budaya dan itu tidak terlahir begitu saja, kalau tidak ada keterlibatan regulasi tidak mungkin terjadi,” tegasnya.
Kemudian Ahmadi Sofyan selaku budayawan senada dengan Ibnu Taufik yang menyebutkan, budaya yang berkaitan dengan pariwisata di Bangka Belitung masih sekadar seremonial saja.
“Budaya tidak melekat pada masyarakatnya, Bali itu hebat bukan karena destinasinya, bukan pantainya, bukan alamnya tapi budaya masyarakatnya yang sangat luar biasa. Kita masih kurang berani bernarasi bahwa kita hebat, kita berharap budaya kita bukan hanya sekadar seremonial saja,” sebut Ahmadi Sofyan atau yang lebih sering dipanggil Atok Kulop.
Ngobrol santai yang juga dihadiri beberapa para pelaku usaha termasuk anggota PHRI itu juga berharap kedepan pariwisata Bangka Belitung ini bisa betul-betul bangkit.
Bahkan pihaknya juga merindukan event-event besar dan tamu wisatawan yang kembali ramai seperti sebelum Covid-19.
Terakhir ngobrol santai Babel Tourism itu dilanjutkan dengan tanya jawab dengan beberapa pelaku pariwisata, serta harapan-harapan pariwisata kedepannya untuk kembali bangkit dan tumbuh pasca pandemi Covid-19 dan G20. (bn)