PANYABUNGAN – Di tahun anggaran 2022, Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal (Pemkab Madina) meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI untuk yang pertama kalinya sejak kabupaten itu berdiri pada 11 Maret 1999 silam.
Namun apakah Pemda tersebut sudah dapat dikatakan bersih dari korupsi?
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Madina, Novan Hadian SH MH, memberikan tanggapan. Katanya, bisa dilihat dari hasil pemeriksaan BPK.
Diketahui, BPK setiap tahunnya selalu melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Namun ketika suatu transaksi telah disajikan dengan wajar di dalam laporan keuangan, apakah transaksi tersebut benar-benar bersih dari praktik korupsi?
Ini terlepas dari penanganan kasus pembangunan stadion Madina TA 2015, yang perkaranya baru saja putus di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Medan. Yang saat ini JPU sedang mengajukan banding, serta stadion TA 2017, yang sedang berjalan.
Namun jika melihat dari hasil pemeriksaan BPK, bagaimana dengan dugaan publik, misalnya soal pengelolaan dana desa (DD), pencaloan rekrutmen PPPK dan beberapa proyek yang disinyalir mark up?
Disebutkan, Kejaksaan dan Pemda Madina ada menjalin Memorandum of Understanding (MoU) dalam bidang keperdataan dan tata usaha negara. Namun akhir November lalu, Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dan Pusat (TP4P) telah resmi dibubarkan.
Kendati tetap melakukan pengawasan dan pengawalan, namun untuk pelayanan hukumnya merupakan tugas gabungan antara Datun, Intel dan Pidsus.
Kembali soal dugaan publik itu, Plt Inspektur Inspektorat Kabupaten Madina, Rahmad Daulay menegaskan, bahwa korupsi perlu pembuktian. Karena korupsi domainnya aparat penegak hukum (Jaksa, Polisi, Hakim dan KPK). Lain dengan WTP yang merupakan domainnya BPK.
“Jadi, bersih atau penuh korupsi tidak bisa dengan opini, tapi harus dengan pembuktian oleh Aparat Penegak Hukum (APH),” terangnya, termasuk dengan dugaan penyalahgunaan dana desa maupun calo rekrutmen PPPK yang disorot oleh publik. (wp)