MEDAN – Dua unit bangunan permanen dan sebuah unit bangunan semi permanen di Jalan Air Bersih Ujung, Kecamatan Medan Kota dirobohkan menggunakan alat berat untuk melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (23/11).
Pengeksekusian tersebut dilakukan atas putusan Peninjauan Kembali (PK) MA No. 784 PK/Pdt/2016. Eksekusi bangunan tersebut dilakukan oleh ratusan petugas kepolisian dari Polrestabes Medan dan sejumlah pihak dari Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Proses eksekusi sempat berlangsung ricuh antara pemilik rumah dengan petugas kepolisian yang hendak melakukan eksekusi.
Pemilik rumah, Karim (63 th), mengatakan pengeksekusian ini sangat janggal. Pasalnya, nama pemilik dan objek eksekusi tidak sesuai dengan yang tertera di dalam putusan MA.
“Saya menolak dieksekusi, karena di putusan itu bukan nama saya dan alamatnya bukan alamat rumah saya. Nama saya Karim saja, tapi di dalam putusan namanya Abdul Karim,” terangnya.
Kemudian, lanjut Karim, alamat rumahnya terletak di Kecamatan Medan Kota, bukan Kecamatan Medan Amplas. Namun, di dalam putusan tersebut kecamatannya tertulis Medan Amplas.
“Putusannya sudah inkrah sejak Mei 2017 lalu, tapi tidak langsung dieksekusi. Ini ada apa? Kenapa baru sekarang dieksekusi?” ucapnya heran.
“Tanah ini warisan Bapak saya, tapi si pihak penggugat mengaku warisan milik Kakeknya. Saya memiliki surat warisan milik Bapak saya, tapi (surat warisan) itu katanya tidak benar,” tambahnya.
Karim menerangkan bahwa perkaranya sudah berjalan sejak tahun 2003. Dikatakannya, pada tingkat Pengadilan Negeri (PN) Medan dan tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Medan dirinya menang, akan tetapi kalah di tingkat MA.
“Kita sudah berupaya semaksimal mungkin. Mana ada keadilan tadi? Sudah tidak manusiawi, semua dicampakkan, terus ini dibongkar paksa. Pertimbangan putusan MA pun tidak dibacakan saat hendak melakukan eksekusi,” cetusnya.
Jadi, kata Karim, dirinya tidak mengetahui apa saja pertimbangan MA yang memutuskan rumahnya dieksekusi. Ia juga mengaku tidak ada menerima salinan putusan MA tersebut.
Karim juga menyebutkan setelah rumahnya dieksekusi, tidak ada lagi tempat tinggalnya. Dalam rumah ini, lanjut Karim, berisi 8 orang termasuk cucunya berjumlah 3 orang.
“Cucu saya sampai teriak-teriak tadi, trauma mereka. Kami tidak tahu mau tinggal di mana. Tidak ada rumah kami. Barang-barang inilah mungkin menumpang di tempat orang lain,” pungkasnya sembari mengatakan kalau sudah tinggal di rumah tersebut selama 60 tahun. (wp)