KALTARA – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengingatkan, agar validasi data stunting harus lebih detail sesuai dengan By Name dan By Address menggunakan E-PPGBM (Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat), jangan hanya menggunakan data sampling. Ini tentu sangat penting, supaya tidak terjadi distorsi data dengan realita dilapangan untuk memformulasikan kebijakan di lapangan.
“Karena kan kalau kita bicara penurunan stunting menggunakan sampling, padahal kalau kita bicara intervensinya harus by name by address dengan menggunakan E-PPGBM pengukuran yang dilakukan secara rutin setiap bulan oleh kader posyandu. Memang betul data sampling diperlukan untuk memformulasikan kebijakan penanganannya, tapi tentu saja harus dengan data empirik yang kemudian dikumpulkan setiap bulan oleh kader posyandu. Nah, kita ingin tidak ada distorsi antara data sampling dengan data real di lapangan,” ujar Netty saat mengikuti Kunker Komisi IX DPR di Kantor Walikota Tarakan, Kaltara, Rabu (4/10/2023).
Menurut Politisi F-PKS ini, tentu upaya yang dilakukan Pemprov Kaltara dan Pemkot Tarakan dalam penurunan stunting ini patut diapresiasi. Namun, masalah validasi data ini yang perlu menjadi catatan. “Karena kalau kita menggunakan alat untuk mendeteksi stunting, seharusnya dengan menggunakan alat pengukur antropometri. Sehingga, pertanyaan yang berbeda apakah pengadaan pendistribusian antropometri ini sudah menjangkau di seluruh Provinsi Kaltara dan juga penyebarannya sudah sampai ke puskesmas dan posyandu. Karena, hal inilah yang akan menjadi penentu data stunting yang riil,” ungkap Netty.
Legislator Dapil Jabar VIII ini menambahkan, jika memang Pemprov Kaltara tidak mengajukan antropometri dengan skema hibah, maka pemda harus menyediakan sendiri antropometri itu. “Selain itu, kita juga menanyakan untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal berbasis protein hewani, karena anggaran Kemenkes yang didistribusikan lewat puskesmas itu harus sampai kepada bayi penderita stunting,” ungkap Netty.
“Hasil temuan kami ternyata, sesuai Juknis terbaru, pelaksanaannya dilakukan bulan Juli dan sekarang serapannya baru 8 persen. Artinya, penurunan angka stunting secara nasional di angka 21 persen itu harus dibuktikan by name dan by address sesuai dengan balita stunting yang memang sudah diintervensi dengan pemberian PMT lokal berbasis protein hewani,” imbuhnya. (jka/aha)