JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menekankan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja bukan untuk mempercepat investasi atau mempermudah investor.
Mahfud menegaskan, Perppu Cipta Kerja justru mempermudah pekerja.
“Itu semuanya ingin melayani kecepatan investasi. (Untuk) siapa coba? Justru ingin mempermudah pekerja. Malah dalam proses perbaikan itu kita sudah diskusi apa yang diinginkan, masukan semua sehingga nanti di perppu sudah dibahas semuanya,” kata Mahfud kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta Selasa (3/1/2023).
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perppu Cipta Kerja sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Mahfud menyatakan, secara substantif tidak ada persoalan dalam Perppu Cipta Kerja. Hal ini karena putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat tidak membatalkan materiil UU tersebut.
MK, kata Mahfud hanya memerintahkan untuk memperbaiki prosedur penyusunan UU Cipta Kerja.
Salah satunya, dengan memasukkan metode omnibus law dalam tata hukum penyusunan peraturan perundang – undangan.
Hal itu sudah dilakukan dengan terbentuknya UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Saya katakan kalau secara teori sudah enggak ada masalah. Jangan mempersoalkan formalitasnya, prosedurnya. Itu sudah sesuai. MK menyatakan buat dulu undang-undang peraturan pembentukan perundang-undangan yang memasukkan bahwa omnibus law itu benar. Nah, sudah kan? sudah dibuat lalu dibuat perppu sesuai dengan undang-undang baru,” katanya.
Meski demikian, Mahfud tidak mempersoalkan pihak yang mengkritik Perppu Cipta Kerja. Ditekankan, pemerintah tidak antikritik.
Sementara, jawaban yang disampaikan pemerintah atas kritik bukanlah bentuk sewenang-wenang.
Untuk itu, Mahfud mengajak setiap pihak beradu argumen. Dikatakan, Perppu Cipta Kerja saat ini berada di tangan DPR yang akan mengesahkan atau menolak perppu menjadi undang-undang dalam rapat paripurna mendatang.
Selain itu, nasib perppu itu berada di tangan judicial review jika ada pihak yang menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Nah, kalau itu masih begini saya bilang kalau menunggu kita tidak akan diuji. Enggak bakalan apakah perppu, apakah undang-undang pasti dikritik, itu sudah biasa dan itu bagus. Ini demokrasi yang maju tetapi kita juga kalau pemerintah menjawab itu bukan sewenang-wenang. Jadi, mari adu argumen,” katanya.(bs)