BENGKULU – Kejati Bengkulu mencatat kerugian negara sementara dugaan tindak pidana korupsi mark up pembebasan lahan jalan Tol Bengkulu – Taba Penanjung mencapai Rp13 miliar.
Nilai kerugian negera di 2019-2020 itu, merupakan penghitungan penyidik dengan estimasi sementara.
“Terkait kasus pembebasan lahan jalan Tol Bengkulu, perhitungan kerugian negara masih kita lakukan.
Untuk sementara ini sudah ditemukan Rp13 miliar,” jelas Kajati Bengkulu Dr. Heri Jerman SH MH, Kamis 8 Desember 2022.
Aspidsus Kejati Bengkulu Pandoe Pramoe Kartika menyebutkan, saat ini pihaknya masih fokus melakukan pemeriksaan saksi-saksi yang berkaitan dalam dugaan markup harga pembebasan lahan TOL tersebut.
“Sekitar 40 saksi sudah kita panggil dan kita masih fokus di dalam kelebihan bayar. Tapi kita juga masih mendalami lagi, rupanya ada data-data baru mengenai ganti rugi tanam tumbuh. Di sana ada semacam mark up, untuk saksi juga sudah kita panggil dan kita periksa namun masih kita dalami dan pelajari lagi atas data baru ini,” pungkasnya.
Pihaknya meminta para saksi kooperatif, jika nanti diminta keterangan yang dilakukan oleh penyidik agar pengusutan kasus ini cepat selesai.
“Belum tentu saksi-saksi yang dipanggil itu akan kami jadikan TO atau tersangka, karena tidak semudah itu untuk menetapkannya,” tutup Pandoe.
Diketahui sebelumnya, dana yang dikeluarkan ini termasuk ganti rugi tanam tumbuh dari pemerintah mencapai Rp200 miliar.
Dana pembebasan lahan (ganti rugi tanam tumbuh) di area tol seksi Bengkulu – Taba Penanjung 2019-2020 ini, bersumber dari Kementerian PUPR atau dari APBN.
Status kasus naik ke penyidikan sejak 21 Juli 2022 lalu.
Unsur Pidananya diduga adanya kelebihan bayar (Mark up) dengan bermodus penambahanan biaya pada komponen Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) dan biaya notaris.
Yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen pembebasan lahan.
Dalam kasus ini tim penilai harga tanah atau pembebasan lahan yakni BPN Bengkulu Tengah, Dinas Pertanian Bengkulu Tengah, dan KJPP independen dari Jakarta.
Titik dugaan indikasi pidana pada ganti rugi tanam tumbuh ini terdapat di beberapa titik sepanjang lahan di area Tol seksi Bengkulu – Taba Penanjung.
Hal yang ditemukan penyidik terkait adanya kelebihan bayar ini semakin jelas usai dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi dari Satgas Pembebasan Lahan.
Dalam 1 hektare tanamannya sampai ribuan, ini tidak masuk akal menurut penyidik.
Dari hasil pemeriksaan beberapa saksi, ada dua tim satuan tugas (Satgas) pembebasan lahan ini. Yakni Tim A dan Tim B dengan tugas pokok berbeda.
Tim A yang menghitung luas lahan dan bangunan, dan Tim B yang menghitung tanam tumbuh, ini semua fisik.
Sementara KJPP dalam pengadaan lahan tol ini berperan sebagai penilai pada non fisik yang menghitung semuanya, ditambah hasil dari penghitungannya sendiri, dan ini non fisik.